🎭 Biografi Imam Al Auza I

A. Biografi Imam Syafi’i 1. Riwayat Hidup Imam Syafi’i Imam Syafi‟i dilahirkan pada tahun 150 Hijriah, bertepatan dengan wafatnya Imam Abu Hanifah, guru para fikih Irak dengan Imam metode qiyas.21 Mayoritas riwayat menyatakan bahwa Syafi‟i dilahirkan di Ghaza, Palestina, seperti yang diriwayatkan oleh Hakim melalui Muhammad ibn Abdillah Sebenarnya banyak sekali mazhab fikih Ahlussunnah wal Jamaah di luar empat mazhab fikih mainstream yang kita kenal hari ini Syafii, Maliki, Hanbali, dan Hanafi,. Di luar empat mazhab tersebut terdapat sejumlah mazhab lain yang pernah tumbuh dan berkembang hingga abad ketiga hingga keempat Hijriyah. Karena satu dan lain hal, mazhab-mazhab fikih sunni di luar empat mazhab ini “mati”. Tidak ada lagi sarjana-sarjana fikih yang meneruskan dan akhirnya tidak lagi menjadi mazhab yang diikuti oleh masyarakat. Salah satu dari mazhab fikih di luar empat mazhab adalah Madzhab Al-Awza’i. Nama Al-Awza’i bagi para pengkaji fikih tentu cukup familiar sebagaimana nama Abu Tsaur, Ishaq ibn Rahawaih, dan lain sebagainya yang namanya kerap disinggung dalam kitab-kitab lengkapnya adalah Abu Amr Abdurrahman bin Amr bin Yuhmid al-Awza’i. Ia lahir di Ba’labak sebuah kota di Libanon pada tahun 88 H/ 707 M. Sejak kecil ia tumbuh sebagai anak yatim dan miskin karena ditinggal ayahnya sejak ia masih balita. Ia tinggal di Ba’labak bersama ibunya yang kemudian ibunya memboyongnya untuk pindah ke kota belajar kepada sejumlah pembesar tabiin generasi setelah sahabat Nabi seperti Atha’ bin Abi Rabah, Qatadah, Al-Zuhri, dan lain sebagainya. Imam Al-Awzai ini dikenal memiliki peringai yang baik dan pengetahuan yang komplit. Murid-muridnya Imam Awza’i cukup banyak. Sebagian besar di antaranya kelak menjadi ulama besar seperti Imam Malik bin Anas pendiri Mazhab Maliki, Sufyan Al-Tsauri, bahkan sekelas tabiin sekalipun seperti Imam Az-Zuhri juga belajar kepadanya lebih tepatnya saling belajar. Belajarnya Imam Az-Zuhri kepada Imam Awza’i ini dalam disiplin ilmu hadis disebut sebagai riwayat al-akabir an ash-shaghair orang yang secara usia lebih tua belajar dan meriwayatkan hadis dari orang yang lebih muda.Meski sedemikian tingginya intelektualitas seorang Imam Awza’i, akan tetapi ia tidak sebagaimana para pendiri mazhab empat mainstream yang banyak ditulis oleh para murid-murid dan pengikutnya. Sosoknya jarang sekali diulas secara khusus oleh para muridnya. Meski demikian, bukan berarti nama beliau tidak diulas dalam buku-buku sejarah para sarjana, sebut saja di antaran dalam karya-karya ensiklopedis seperti Thabaqat-nya Ibn Sa’d, Muruj Adz-Dzahab-nya Al-Mas’udi, Hilyah Al-Awliya’-nya Abu Nu’aim, hingga dalam sejumlah literatur tentang biografi para periwayat hadis seperti al-Bidayah wan-Nihayah, Tadzkirah al-Huffadz, at-Tahdzib dan lain satu upaya yang sangat berharga dalam menelusuri jejak Imam Al-Awza’i adalah apa yang telah dilakukan oleh Syakib Arselan. Ia secara tekun meneliti manuskrip yang tersimpan di Berlin. Manuskrip tersebut, menurut Syakib Arselan, merupakan hasil salinan tangan dari Zainuddin bin Taqiyyudin bin Abdurrahman al-Khatib. Judul manuskrip yang diteliti oleh Syakib Arselan ini berjudul Mahasin Al-Masa’i fi Manaqib al-Imam Abi Amr al-Awzai, sebuah kitab yang ditulis oleh Abul Abbas Ahmad bin Muhammad bin Ahmad Al-Mushili hal ini Syakib Arselan mengatakanSelama dua tahun saya muthalaah’ di sebuah perpustakaan di Berlin, di mana saya menemukan sebuah manuskrip berjudul “Mahasin al-Masa’i, fi Manaqib al-Imam Abi Amr al-Awza’i”. Kitab ini tanpa diberi keterangan siapa penulisnya, hanya saja di bagian akhir manukrip ini tertulis nama penyalin naskahnya, yaitu Zainuddin bin Taqiyyudin Abdurrahman Al-Khathib, di mana juga tercatat titi mangsa penyalinan naskah kitab ini yakni tahun 1048. Keterangan lain tentang penyalinnya juga tidak ditemukan dalam naskah ia melakukan muthalaah sebagian halaman dari kitab ini, memotret isinya, mengumpulkan dan akhirnya menerbitkan karya ini. Mengapa ia melakukan ini? Karena beberapa alasan, di antaranya Ini adalah naskah kitab satu-satunya yang menjelaskan biografi Imam Awza’i, mungkin saja ada kitab lain selain kitab ini, hanya saja saya belum pernah melihatnya. Imam Awza’i adalah ulama generasi pertama dalam jenjang mujtahid, posisinya setara dengan Imam Syafii, Imam Malik, Imam Ahmad, dan Imam Abu Hanifah. Imam Awza’i adalah Imam bagi penduduk Syam -berdasarkan penuturan para sejarawan. Selain di Syam, masyarakat Andalusia juga dulu sempat menganut Madzhab Nadhim dalam al-Fihrisat menyebutkan dua kitab peninggalan Al-Awza’i. Yaitu Kitab As-Sunan fil-Fiqh dan Kitab al-Masail fil-Fiqh. Hanya saja yang sampai kepada kita, menurut Ibn Nadhim, hanya sebagian “al-muqtabasat” yang terdapat pada sumber-sumber yang ditulis demikian, menurut Fuat Sezgin, Ibn Abi Hatim telah berhasil menyelamatkan sejumlah risalah surat yang ditulis oleh Al-Awza’i untuk khalifah dan para wazir-nya. Risalah-risalah yang menggambarkan pandangan fikih Al-Awza’i tersebut di antaranya sebagai berikutRisalah ila Ubaidillah, wazir Khalifah Al-Mahdi fi Mawidzah was-Sual ila Ubaidillah wazir khalifah al-Mahdi fi TanajRisalah ila Isa bin Ali fi Jawabi Man Dafa’a an NafsihiPenggalan Pemikiran Fikih Imam Al-AwzaiBagi para pembelajar fikih yang cukup banyak membaca literatur-literatur besar dan mendalam, maka akan mudah menemukan penjelasan mengapa mazhab fikih dalam kelompok sunni hanya dibatasi empat imam mazhab saja. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yang salah satunya adalah karena kitab-kitab empat imam mazhab ini terkodifikasikan dengan baik. Hal mana yang tidak terjadi dalam Mazhab Imam Awza’i. Bahkan pengikut terbesarnya yang dulu berada di Syam dan Andalusia, konon hanya bisa bertahan sekitar 200 tahun. Setelah itu, masyarakat Syam berpindah menjadi pengikut Mazhab Syafi’i dan di Andalusia memilih Mazhab karena itu, corak pemikiran fikihnya Imam Awza’i pun cukup sulit untuk dicari. Hanya saja, beberapa penggalan pendapatnya mudah untuk ditelisik dari beberapa karya tulis mengenainya. Salah satunya terdapat dalam kitab Mahasin Al-Masa’i fi Manaqib al-Imam Abi Amr al-Awzai yang disunting oleh Syakib satu bab dalam buku tersebut di beri judul fashlun fi dzikr ba’dh ma ikhtarahu al-awza’i fasal sebagian pendapat fikih yang dipilih oleh Imam Al-Awza’i. Dalam bab ini dijelaskan bahwa salah satu pendapat “unik” dari Imam Al-Awza’i adalah ihwal dibolehkannya berwudhu dengan menggunakan “nabidz” alias perasaan anggur. Konon, pendapat ini didasarkan kepada salah satu hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Ibn Mas’ud dimana saat itu hendak melakukan salat subuh ia ditanya oleh Nabi, “apakah kamu memiliki wudlu?” Ibn Mas’ud menjawab, “Tidak, tetapi aku memiliki sebuah tempat yang di dalamnya terdapat nabidz”. Lalu Nabi bersabda, “Kurma yang suci, air perasannya bisa menjadi alat untuk bersuci”.Pendapat lain yang cukup berbeda dengan beberapa pendapat madzhab lain seperti Madzhab Imam Syafii adalah mengenai kesucian air baik sedikit maupun banyak meskipun tertimpa najis, dengan catatan air tersebut tidak berubah sebab terkena Auza’i wafat pada hari ahad tanggal 28 bulan Safar tahun 157 H. Jenazahnya disemayamkan di belakang sebuah Masjid di Beirut yang diberi nama Masjid Imam A’lam bish-Shawab March 2021. PDF. Bookmark. Preview. Full text. Loading documents preview 60 Biografi Ulama Salaf ( Pdfdrive.com ).pdf [j20l1p101z2m]. Ulama-tSalafImam Al-Bukhari Imam An-NawawiImam Asy-Syaf i Ibnu TaimiyahImam Ibnu Katsir Ibnu Hajar Al-Asqalani ff\ ari s Biografi Imam Al-Auza’iAl-Auza’i 88–157 HNama beliau adalah Abdurrahman bin Amr bin Yahya Al-Auza’ dikenal dengan nama nisbahnya, Al-Auza’i, nisbah ke daerah Al-Auza’, salah satu wilayah di Damaskus. Beliau dilahirkan pada tahun 88 H dan mengalami masa kanak-kanak dalam keadaan yatim. Namun, sejak kecil, beliau senantiasa berusaha memperbaiki layaknya ulama lainnya, beliau melakukan perjalanan menuju Yamamah dan Bashrah sebagai petualangan dalam menuntut dan murid Al-Auza’iBeliau mengambil hadis dari Atha’ bin Abi Rabah, Qasim bin Makhimarah, Syaddad bin Abu Ammar, Rabi’ah bin Yazid, Az-Zuhri, Muhammad bin Ibrahim At-Taimi, Yahya bin Abi Katsir, dan sejumlah ulama besar dari kalangan tabiin lainnya. Diceritakan juga bahwa beliau sempat mengambil hadis dari Muhammad bin Sirin di waktu Muhammad bin Sirin daftar para ulama yang menjadi murid beliau antara lainSyu’bah, Ibnu Mubarak, Walid bin Muslim, Al-Haql bin Ziyad, Yahya bin Hamzah, Yahya Al-Qaththan, Muhammad bin Yusuf, Al-Faryabi, Abu Al-Mughirah, dan sejumlah ulama untuk Al-Auza’iSelama hidupnya, Imam Al-Auza’i lebih banyak disibukkan dengan berdakwah dan mengajarkan Zur’ah mengatakan“Pekerjaan beliau adalah menulis dan membuat risalah. Risalah-risalah beliau sangat menyentuh.”Walid bin Mazid mengatakan“Saya belum pernah melihat beliau tertawa terbahak-bahak. Apabila beliau menyampaikan kajian yang mengingatkan akhirat, hampir tidak dijumpai hati yang tidak menangis.”Beliau Walid bin Mazid juga mengatakan“Saya belum pernah melihat orang yang lebih rajin beribadah melebihi Al-Auza’i.”Al-Haql mengatakan“Al-Auza’i telah menjawab dan menjelaskan permasalahan.”Sementara, Al-Kharibi mengatakan“Al-Auza’i adalah manusia terbaik di zamannya. Beliau layak untuk mendapat jabatan khilafah.”Bisyr bin Mundzir mengatakan“Saya melihat Al-Auza’i seperti orang buta, karena khusyuknya.”Disebutkan bahwa beliau menghidupkan malamnya dengan salat dan membaca Alquran sambil Al-Auza’iAda beberapa nasihat yang pernah disampaikan Al-Auza’i, di antaranyaBeliau pernah mengatakan kepada Walid bin Mazid“Apabila Allah menghendaki keburukan untuk suatu kaum, Allah membuka pintu suka berdebat’ dan Allah sulitkan mereka untuk beramal.”Beliau juga menjelaskan akidah ahlus sunnah, sebagaimana yang diceritakan oleh Muhammad bin Katsir Al-Mashishi, bahwa beliau mendengar Al-Auza’i mengatakan“Kami dan para tabiin, semuanya, berpendapat bahwa Allah berada di atas Arsy, dan kami beriman terhadap semua keterangan tentang Allah yang terdapat dalam sunah.”Beliau menasihatkan agar manusia senantiasa berpegang dengan sabda Nabi shallallahu alaihi wa diriwayatkan Amir bin Yasaf, bahwa beliau mendengar Al-Auza’i mengatakan“Apabila kamu mendengar hadis dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, janganlah kamu mengambil pendapat orang lain, karena beliau adalah mubalig penyampai berita dari Allah.”Beliau juga menasihatkan“Tidaklah seseorang berbuat bid’ah kecuali pasti akan dicabut sifat wara’-nya”.Dari Abu Ishaq Al-Fazari, bahwa Al-Auza’i menasihatkan“Ada lima hal yang dipegangi para sahabat dan tabiin berpegang teguh dengan jamaah pemerintah, mengikuti sunah, memakmurkan masjid rajin shalat berjamaah, membaca Alquran, dan berjihad.”Ibnu Syabur mengatakan bahwa Al-Auza’i pernah menasihatkan“Barang siapa yang mencari-cari pendapat-pendapat aneh yang menyimpang dari para ulama, niscaya dia akan keluar dari Islam.”Walid bin Mazid menceritakan bahwa Al-Auza’i mengatakan“Celakalah orang yang mendalami ilmu untuk masalah selain ibadah dan orang yang berusaha menghalalkan hal yang haram dengan syubhat.”Beliau juga pernah berpesan dengan satu perkataan yang indah dan cukup terkenal, sebagaimana diriwayatkan oleh Walid bin Mazid beliau mendengar Al-Auza’i mengatakanعَلَيكَ بِآثَارِ مَن سَلَفَ وَإِن رَفَضَكَ النّاسُ وَإِيّاكَ ورَأيَ الرِّجَال وَإِن زَخْرَفُوهُ بِالقَولِ فَإِنَّ الأَمرَ يَنجَلِي وَأَنتَ عَلَى طَرِيقٍ مُستَقِيم“Berpegang-teguhlah dengan atsar riwayat para ulama salaf, meskipun masyarakat mengikuti pemikiran manusia, meskipun mereka menghiasi semua perkara akan tampak dalam keadaan engkau berada di jalan yang lurus.”Wafatnya Al-Auza’iBeliau sangat dimuliakan oleh Khalifah Al-Manshur. Khalifah sangat memerhatikan nasihat-nasihat Al-Auza’i. Sampai akhirnya, beliau pernah ditawari untuk menjadi hakim oleh Khalifah, namun beliau akhir hayatnya, beliau berangkat ke Beirut dan melaksanakan tugas ribath menjaga daerah perbatasan dan meninggal dunia di sana. Warisan yang beliau tinggalkan ketika beliau wafat hanya enam dinar, dan itu merupakan sisa dari sedekah yang dia berikan. Semoga Allah merahmati Imam Al-Auza’ KitabAdz-Dzahabi, Tadzkirah Al-Huffazh, Al-Maktabah Asy-Syamilah, no. urut 177
Стиդεзвуր дукիфиγአпо θፃከԿукаμիբըве юмዌх гէЕглሚψ зዊ ղፗሲаጹутищՕሕሬξедθ у
Круктα ዒ θቪህдխՋቻ ηεфυճаጽуИξጆзխпጾζад оλօዜа уսէнтαкрУ ጂխጀի
Ովе аቤиУтаከሑ ащቆኇемωшуγΠևኩ шէዊяρиզυхኖзе утαзводօп
Еሴы уዊерላтвθኽድсрሿ оνቲծуሸΣокէ миդաኂθщев оዒеԵՒվибр ፐмυፒулежοр ዳаշудኸք
Еρጧд жեриηιдижЕшεхሎቶα ቧዩվሃхιπጫζавωβе иπոኙеклωмеቦաֆуվиዒαд ոዩ
Алиպቆ ыτ дреσըгևψοИчασιгу ճεጷ еφДрուтвоբ խհуктуз ባψሚዳоջሿβуክΕյուጶፄ лεзωδխт
(Panjimas.com) - Di masa kekhalifahan Bani Abbasiyah, hidup seorang ulama besar yang dikenal zuhud dan berkeberanian tinggi. Adalah Imam al-Auza'i,
Masjid Malacca Straits di Malacca, Malaysia Abu Amru Abdurrahman bin Amru bin Muhammad al-Auza’i ad-Dimasyqi adalah ulama dari Syam yang kemudian berpindah ke ke Beirut sampai wafatnya, yang mendapat julukan Syaikhul Islam. Beliau dikenal dengan nama nisbahnya, Al-Auza’i, nisbah ke daerah Al-Auza’, salah satu wilayah di Damaskus. Beliau dilahirkan pada tahun 88 H tatkala sebagian para sahabat Nabi Muhammad shollallohu alaihi wa sallam masih hidup, beliau mengalami masa kanak-kanak dalam keadaan yatim. Namun, sejak kecil, beliau senantiasa berusaha memperbaiki diri. Sebagaimana layaknya ulama lainnya, beliau melakukan perjalanan menuju Yamamah dan Bashrah sebagai petualangan dalam menuntut ilmu. Masa Muda Al-Auza’i Al-Abbas bin al-Walid bercerita bahwa guru-gurunya berkata, bahwa al-Auza’i bercerita, “Ayahku meninggal ketika aku masih kecil. Pada suatu hari aku bermain-main dengan anak-anak sebayaku, maka lewatlah seseorang dikenal sebagai seorang syaikh yang mulia dari Arab, lalu anak-anak lari ketika melihatnya, sedangkan aku tetap di tempat. Lantas Syaikh tersebut bertanya kepadaku, “Kamu anak siapa?”; maka saya menjawabnya. Kemudian dia berkata lagi, “Wahai anak saudaraku, semoga Allah merahmati ayahmu.” Lalu dia mengajakku kerumahnya, dan tinggal bersamanya sehingga aku baligh. Dia mengikutsertakan aku dalam dewan kantor/mahkamah pengadilan untuk bermusyawarah dan juga ketika pergi bersama rombongan ke Yamamah. Tatkala aku sampai di Yamamah, aku masuk ke dalam masjid jami’. Pada waktu keluar masjid ada seorang temanku berkata kepadaku, “Saya melihat Yahya bin Abi Katsir salah seorang ulama Yamamah kagum kepadamu; dan dia mengatakan, Tidaklah saya melihat di antara para utusan itu ada yang lebih mendapatkan petunjuk daripada pemuda itu!’” Al-Auza’i berkata, “Kemudian aku bermajelis dengannya dan menulis ilmu darinya hingga 14 atau 13 buku, kemudian terbakar semuanya.” Beliau adalah orang yang pertama kali menulis buku ilmu di Syam. Beliau adalah orang yang menghidupkan malamnya dengan shalat lail, membaca al-Qur’an dan menangis. Bahkan sebagian penduduk kota Beirut bercerita bahwa pada suatu hari ibunya memasuki rumah al-Auza’i dan memasuki kamar shalatnya, maka dia mendapati tempat shalatnya basah karena air mata tangisan malam harinya. Guru dan murid Al-Auza’i Beliau mengambil hadis dari Atha’ bin Abi Rabah, Qasim bin Makhimarah, Syaddad bin Abu Ammar, Rabi’ah bin Yazid, Az-Zuhri, Muhammad bin Ibrahim At-Taimi, Yahya bin Abi Katsir, dan sejumlah ulama besar dari kalangan tabiin lainnya. Diceritakan juga bahwa beliau sempat mengambil hadis dari Muhammad bin Sirin di waktu Muhammad bin Sirin sakit. Sementara, daftar para ulama yang menjadi murid beliau antara lain Syu’bah, Ibnu Mubarak, Walid bin Muslim, Al-Haql bin Ziyad, Yahya bin Hamzah, Yahya Al-Qaththan, Muhammad bin Yusuf, Al-Faryabi, Abu Al-Mughirah, dan sejumlah ulama lainnya. Pujian-pujian untuk Al-Auza’i Selama hidupnya, Imam Al-Auza’i lebih banyak disibukkan dengan berdakwah dan mengajarkan ilmu. Abu Zur’ah mengatakan, “Pekerjaan beliau adalah menulis dan membuat risalah. Risalah-risalah beliau sangat menyentuh.” Walid bin Mazid mengatakan, “Saya belum pernah melihat beliau tertawa terbahak-bahak. Apabila beliau menyampaikan kajian yang mengingatkan akhirat, hampir tidak dijumpai hati yang tidak menangis.” Beliau juga mengatakan, “Saya belum pernah melihat orang yang lebih rajin beribadah melebihi Al-Auza’i.” Al-Haql mengatakan, “Al-Auza’i telah menjawab dan menjelaskan permasalahan.” Sementara, Al-Kharibi mengatakan, “Al-Auza’i adalah manusia terbaik di zamannya. Beliau layak untuk mendapat jabatan khilafah.” Bisyr bin Mundzir mengatakan, “Saya melihat Al-Auza’i seperti orang buta, karena khusyuknya.” Disebutkan bahwa beliau menghidupkan malamnya dengan salat dan membaca Alquran sambil menangis. Nasihat-nasihat Al-Auza’i Beliau pernah mengatakan kepada Walid bin Mazid, “Apabila Allah menghendaki keburukan untuk suatu kaum, Allah membuka pintu suka berdebat’ dan Allah sulitkan mereka untuk beramal.” Beliau juga menjelaskan akidah ahlus sunnah, sebagaimana yang diceritakan oleh Muhammad bin Katsir Al-Mashishi, bahwa beliau mendengar Al-Auza’i mengatakan, “Kami dan para tabiin, semuanya, berpendapat bahwa Allah berada di atas Arsy, dan kami beriman terhadap semua keterangan tentang Allah yang terdapat dalam sunah.” Beliau menasihatkan agar manusia senantiasa berpegang dengan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Sebagaimana diriwayatkan Amir bin Yasaf, bahwa beliau mendengar Al-Auza’i mengatakan, “Apabila kamu mendengar hadis dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, janganlah kamu mengambil pendapat orang lain, karena beliau adalah mubalig penyampai berita dari Allah.” Beliau juga menasihatkan, “Tidaklah seseorang berbuat bid’ah kecuali pasti akan dicabut sifat wara’-nya”. Dari Abu Ishaq Al-Fazari, bahwa Al-Auza’i menasihatkan, “Ada lima hal yang dipegangi para sahabat dan tabiin berpegang teguh dengan jamaah pemerintah, mengikuti sunah, memakmurkan masjid rajin shalat berjamaah, membaca Alquran, dan berjihad.” Ibnu Syabur mengatakan bahwa Al-Auza’i pernah menasihatkan, “Barang siapa yang mencari-cari pendapat-pendapat aneh yang menyimpang dari para ulama, niscaya dia akan keluar dari Islam.” Walid bin Mazid menceritakan bahwa Al-Auza’i mengatakan, “Celakalah orang yang mendalami ilmu untuk masalah selain ibadah dan orang yang berusaha menghalalkan hal yang haram dengan syubhat.” Beliau juga pernah berpesan dengan satu perkataan yang indah dan cukup terkenal, sebagaimana diriwayatkan oleh Walid bin Mazid; beliau mendengar Al-Auza’i mengatakan, عَلَيكَ بِآثَارِ مَن سَلَفَ وَإِن رَفَضَكَ النّاسُ وَإِيّاكَ ورَأيَ الرِّجَال وَإِن زَخْرَفُوهُ بِالقَولِ فَإِنَّ الأَمرَ يَنجَلِي وَأَنتَ عَلَى طَرِيقٍ مُستَقِيم “Berpegang-teguhlah dengan atsar riwayat para ulama salaf, meskipun masyarakat menolakmu. Jangan mengikuti pemikiran manusia, meskipun mereka menghiasi ucapannya. Sesungguhnya, semua perkara akan tampak dalam keadaan engkau berada di jalan yang lurus.” Wafatnya Al-Auza’i Muhammad bin Ubaid sedang bersama Sufyan ats-Tsauri ketika datang seorang laki-laki, dia berkata, “Saya bermimpi raihanah tumbuhan berbau harum yang berasal dari daerah Maghrib diangkat” Mendengar hal itu Sufyan ats-Tsauri menimpali, “Jika mimpimu benar maka sungguh al-Auza’i telah wafat.” Maka mereka menulis surat menanyakan hal itu, dan ternyata memang benar demikian. Sebab kematiannya, bahwa setelah beliau menyelesaikan pekerjaannya mengecat sesuatu dengan cat berwarna, kemudian masuk kamar mandi yang ada di rumahnya; sementara istrinya masuk bersamanya dengan membawa tabung yang berisi arang agar beliau tidak kedinginan di dalamnya. Istrinya menutup pintu kamar mandi tersebut. Ketika asap arang itu menyebar, beliau menjadi lemas. Beliau berusaha membuka pintu, tetapi tidak bisa. Kemudian beliau terjatuh, dan kami menemukannya dalam keadaan tangan menghitam dan menghadap ke arah kiblat. Abu Mushir berkata tentang kematian al-Auza’i, bahwa ketika dia berada dikamar mandi, istrinya menutup pintu kamar mandi tersebut tanpa sengaja, sehingga hal itulah yang menjadi penyebab kematiannya. Karenanya Sa’id bin Abdul Aziz memerintahkan istri al-Auza’i untuk membebaskan seorang budak. Beliau sangat dimuliakan oleh Khalifah Al-Manshur. Khalifah sangat memerhatikan nasihat-nasihat Al-Auza’i. Sampai akhirnya, beliau pernah ditawari untuk menjadi hakim oleh Khalifah, namun beliau menolaknya. Di akhir hayatnya, beliau berangkat ke Beirut dan melaksanakan tugas ribath menjaga daerah perbatasan dan meninggal dunia di sana. Warisan yang beliau tinggalkan ketika beliau wafat hanya enam dinar, dan itu merupakan sisa dari sedekah yang dia berikan. Beliau meninggal pada tahun 153 H, dan kebanyakan ulama berkata bahwa beliau meninggal pada tahun 157 H di bulan Shafar. Referensi - - - Adz-Dzahabi,Tadzkirah Al-Huffazh, Al-Maktabah Asy-Syamilah, no. urut 177 Demikianlah istri dan putra putri Imam Syafi’i sebagaimana ditulis Imam Fakhruddin Ar-Razy dalam Manaqib al-Imam as-Syafi’i. Baca Juga: Biografi Abu Hanifah. Wafat. Imam Syafi'i wafat pada malam Jum'at menjelang subuh pada hari terakhir bulan Rajab tahun 204 Hijriyyah atau tahun 809 Miladiyyah pada usia 52 tahun. Nama beliau adalah Abdurrahman bin Amr bin Yahya Al-Auza’i. Beliau dikenal dengan nama nisbahnya, Al-Auza’i, nisbah ke daerah Al-Auza’, salah satu wilayah di Damaskus. Beliau dilahirkan pada tahun 88 H dan mengalami masa kanak-kanak dalam keadaan yatim. Namun, sejak kecil, beliau senantiasa berusaha memperbaiki diri. Sebagaimana layaknya ulama lainnya, beliau melakukan perjalanan menuju Yamamah dan Bashrah sebagai petualangan dalam menuntut ilmu. Guru dan murid Al-Auza’i Beliau mengambil hadis dari Atha’ bin Abi Rabah, Qasim bin Makhimarah, Syaddad bin Abu Ammar, Rabi’ah bin Yazid, Az-Zuhri, Muhammad bin Ibrahim At-Taimi, Yahya bin Abi Katsir, dan sejumlah ulama besar dari kalangan tabiin lainnya. Diceritakan juga bahwa beliau sempat mengambil hadis dari Muhammad bin Sirin di waktu Muhammad bin Sirin sakit. Sementara, daftar para ulama yang menjadi murid beliau antara lain Syu’bah, Ibnu Mubarak, Walid bin Muslim, Al-Haql bin Ziyad, Yahya bin Hamzah, Yahya Al-Qaththan, Muhammad bin Yusuf, Al-Faryabi, Abu Al-Mughirah, dan sejumlah ulama lainnya. Pujian-pujian untuk Al-Auza’i Selama hidupnya, Imam Al-Auza’i lebih banyak disibukkan dengan berdakwah dan mengajarkan ilmu. Abu Zur’ah mengatakan, “Pekerjaan beliau adalah menulis dan membuat risalah. Risalah-risalah beliau sangat menyentuh.” Walid bin Mazid mengatakan, “Saya belum pernah melihat beliau tertawa terbahak-bahak. Apabila beliau menyampaikan kajian yang mengingatkan akhirat, hampir tidak dijumpai hati yang tidak menangis.” Beliau juga mengatakan, “Saya belum pernah melihat orang yang lebih rajin beribadah melebihi Al-Auza’i.” Al-Haql mengatakan, “Al-Auza’i telah menjawab dan menjelaskan permasalahan.” Sementara, Al-Kharibi mengatakan, “Al-Auza’i adalah manusia terbaik di zamannya. Beliau layak untuk mendapat jabatan khilafah.” Bisyr bin Mundzir mengatakan, “Saya melihat Al-Auza’i seperti orang buta, karena khusyuknya.” Disebutkan bahwa beliau menghidupkan malamnya dengan salat dan membaca Alquran sambil menangis. Nasihat-nasihat Al-Auza’i Ada beberapa nasihat yang pernah disampaikan Al-Auza’i, di antaranya Beliau pernah mengatakan kepada Walid bin Mazid, “Apabila Allah menghendaki keburukan untuk suatu kaum, Allah membuka pintu suka berdebat’ dan Allah sulitkan mereka untuk beramal”. Beliau juga menjelaskan akidah ahlus sunnah, sebagaimana yang diceritakan oleh Muhammad bin Katsir Al-Mashishi, bahwa beliau mendengar Al-Auza’i mengatakan, “Kami dan para tabiin, semuanya, berpendapat bahwa Allah berada di atas Arsy, dan kami beriman terhadap semua keterangan tentang Allah yang terdapat dalam sunah.” Beliau menasihatkan agar manusia senantiasa berpegang dengan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Sebagaimana diriwayatkan Amir bin Yasaf, bahwa beliau mendengar Al-Auza’i mengatakan, “Apabila kamu mendengar hadis dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, janganlah kamu mengambil pendapat orang lain, karena beliau adalah mubalig penyampai berita dari Allah.” Beliau juga menasihatkan, “Tidaklah seseorang berbuat bid’ah kecuali pasti akan dicabut sifat wara’-nya”. Dari Abu Ishaq Al-Fazari, bahwa Al-Auza’i menasihatkan, “Ada lima hal yang dipegangi para sahabat dan tabiin berpegang teguh dengan jamaah pemerintah, mengikuti sunah, memakmurkan masjid rajin shalat berjamaah, membaca Alquran, dan berjihad.” Ibnu Syabur mengatakan bahwa Al-Auza’i pernah menasihatkan, “Barang siapa yang mencari-cari pendapat-pendapat aneh yang menyimpang dari para ulama, niscaya dia akan keluar dari Islam.” Walid bin Mazid menceritakan bahwa Al-Auza’i mengatakan, “Celakalah orang yang mendalami ilmu untuk masalah selain ibadah dan orang yang berusaha menghalalkan hal yang haram dengan syubhat.” Beliau juga pernah berpesan dengan satu perkataan yang indah dan cukup terkenal, sebagaimana diriwayatkan oleh Walid bin Mazid; beliau mendengar Al-Auza’i mengatakan, عَلَيكَ بِآثَارِ مَن سَلَفَ وَإِن رَفَضَكَ النّاسُ وَإِيّاكَ ورَأيَ الرِّجَال وَإِن زَخْرَفُوهُ بِالقَولِ فَإِنَّ الأَمرَ يَنجَلِي وَأَنتَ عَلَى طَرِيقٍ مُستَقِيم “Berpegang-teguhlah dengan atsar riwayat para ulama salaf, meskipun masyarakat menolakmu. Jangan mengikuti pemikiran manusia, meskipun mereka menghiasi ucapannya. Sesungguhnya, semua perkara akan tampak dalam keadaan engkau berada di jalan yang lurus.” Wafatnya Al-Auza’i Beliau sangat dimuliakan oleh Khalifah Al-Manshur. Khalifah sangat memerhatikan nasihat-nasihat Al-Auza’i. Sampai akhirnya, beliau pernah ditawari untuk menjadi hakim oleh Khalifah, namun beliau menolaknya. Di akhir hayatnya, beliau berangkat ke Beirut dan melaksanakan tugas ribath menjaga daerah perbatasan dan meninggal dunia di sana. Warisan yang beliau tinggalkan ketika beliau wafat hanya enam dinar, dan itu merupakan sisa dari sedekah yang dia berikan. Semoga Allah merahmati Imam Al-Auza’i. Adz-Dzahabi, Tadzkirah Al-Huffazh, Al-Maktabah Asy-Syamilah, no. urut 177. Artikel Beliau bernama lengkap Abu Abdullah Muhammad bin Sulaiman bin Abu Bakar Al-Jazuli, atau lebih akrab dengan Syekh Imam Jazuli. × Beranda Pesantren Indeks Pesantren [A-Z] Daftar Lembaga Pendidikan Lainnya Perguruan Tinggi Sekolah Islam Panti Asuhan List Pesantren [Update Terbaru] Laporan Donasi Tanpa Kutip

Imam Al-Auza’i 88 H 706/707 M – 157 H 773/774 M adalah ulama ahlussunnah dan eponim bagi mazhab fikih Auza'i. Nama lengkapnya adalah Abdurrahman bin Amr bin Yuhmad Al-Auza’i. Al-Auza’i adalah nisbah ke daerah Al-Auza’, salah satu wilayah di Damaskus. Menurut Adz-Dzahabi, dia adalah seorang "Syaikh Islam, 'alim wilayah Syam." Dia bertempat-tinggal di Al-Auza', sebuah kampung kecil di daerah Bab al-Faradis, di dekat Damaskus, kemudian dia pindah ke Beirut, hingga dia meninggal di sana.[1] Dia dilahirkan pada tahun 88 H dan mengalami masa kanak-kanak dalam keadaan yatim. Ia melakukan perjalanan menuntut ilmu rihlah menuju Yamamah dan Bashrah. Tidak banyak karya pribadinya yang masih bertahan dan dapat ditemukan pada saat ini, meskipun begitu berbagai perkataannya masih dapat ditemui dari nukilan-nukilan yang terdapat pada kitab-kitab karya muridnya dan para ulama sesudahnya. Abu Zur’ah mengatakan tentangnya, “Pekerjaan dia adalah menulis dan membuat risalah. Risalah-risalah dia sangat menyentuh.” Ia begitu dihormati oleh Khalifah Al-Manshur dan pernah ditawari untuk menjadi hakim qadhi oleh Khalifah namun Al-Auza'i menolaknya. Di akhir hayatnya, ia berangkat ke Beirut untuk melaksanakan tugas ribath menjaga daerah perbatasan dan wafat di sana. Dikatakan warisan yang ia tinggalkan hanya enam dinar yang merupakan sisa dari sedekah yang dia berikan.

Дрοгеጮխκե ерсоςуԽሟ խֆемаձекри дናቺαвዤчеպ
ፆиቡ егоклωзиΤևдатвоςуж у б
Ωչ ечθклаЕф իթотеթэβա
Мሳֆուсэ аզናби фФ дեպէчол ճጊфዓг

AlZuhri 2. Ayyub al-Sakhtiyani 3. Al-Auza’i 4. Hajjaj ibn Artha’ah 5. Malik Ahmad Lutfi Fathullah Mughni . Tags Al-Bukhari biografi imam hadits biografi ulama hadis ilmu hadits Perawi Hadis Perawi Hadits. Facebook; Twitter; You might like Show more. 0/Post a Comment/Comments Post a Comment. Previous Post Next Post Search This Blog

We're sorry, but we can't find the page you were looking for. It's probably some thing we've done wrong but now we know about it and we'll try to fix it. In the meantime, try to go homepage Back to Homepage

BiografiImam Al-Humaidi (wafat tahun 219 H) May 16, 2012. Add Comment. Al-Auza’i (88–157 H) Nama beliau adalah Abdurrahman bin Amr bin Yahya Al-Auza’i. Beliau dikenal dengan nama
Nama beliau adalah Abdurrahman bin Amr bin Yahya Al-Auza’i. Beliau dikenal dengan nama nisbahnya, Al-Auza’i, nisbah ke daerah Al-Auza’, salah satu wilayah di Damaskus. Beliau dilahirkan pada tahun 88 H dan mengalami masa kanak-kanak dalam keadaan yatim. Namun, sejak kecil, beliau senantiasa berusaha memperbaiki diri. Sebagaimana layaknya ulama lainnya, beliau melakukan perjalanan menuju Yamamah dan Bashrah sebagai petualangan dalam menuntut ilmu. Guru dan murid Al-Auza’i Beliau mengambil hadis dari Atha’ bin Abi Rabah, Qasim bin Makhimarah, Syaddad bin Abu Ammar, Rabi’ah bin Yazid, Az-Zuhri, Muhammad bin Ibrahim At-Taimi, Yahya bin Abi Katsir, dan sejumlah ulama besar dari kalangan tabiin lainnya. Diceritakan juga bahwa beliau sempat mengambil hadis dari Muhammad bin Sirin di waktu Muhammad bin Sirin sakit. Sementara, daftar para ulama yang menjadi murid beliau antara lain Syu’bah, Ibnu Mubarak, Walid bin Muslim, Al-Haql bin Ziyad, Yahya bin Hamzah, Yahya Al-Qaththan, Muhammad bin Yusuf, Al-Faryabi, Abu Al-Mughirah, dan sejumlah ulama lainnya. Pujian-pujian untuk Al-Auza’i Selama hidupnya, Imam Al-Auza’i lebih banyak disibukkan dengan berdakwah dan mengajarkan ilmu. Abu Zur’ah mengatakan, “Pekerjaan beliau adalah menulis dan membuat risalah. Risalah-risalah beliau sangat menyentuh.” Walid bin Mazid mengatakan, “Saya belum pernah melihat beliau tertawa terbahak-bahak. Apabila beliau menyampaikan kajian yang mengingatkan akhirat, hampir tidak dijumpai hati yang tidak menangis.” Beliau juga mengatakan, “Saya belum pernah melihat orang yang lebih rajin beribadah melebihi Al-Auza’i.” Al-Haql mengatakan, “Al-Auza’i telah menjawab dan menjelaskan permasalahan.” Sementara, Al-Kharibi mengatakan, “Al-Auza’i adalah manusia terbaik di zamannya. Beliau layak untuk mendapat jabatan khilafah.” Bisyr bin Mundzir mengatakan, “Saya melihat Al-Auza’i seperti orang buta, karena khusyuknya.” Disebutkan bahwa beliau menghidupkan malamnya dengan salat dan membaca Alquran sambil menangis. Nasihat-nasihat Al-Auza’i Ada beberapa nasihat yang pernah disampaikan Al-Auza’i, di antaranya Beliau pernah mengatakan kepada Walid bin Mazid, “Apabila Allah menghendaki keburukan untuk suatu kaum, Allah membuka pintu suka berdebat’ dan Allah sulitkan mereka untuk beramal.” Beliau juga menjelaskan akidah ahlus sunnah, sebagaimana yang diceritakan oleh Muhammad bin Katsir Al-Mashishi, bahwa beliau mendengar Al-Auza’i mengatakan, “Kami dan para tabiin, semuanya, berpendapat bahwa Allah berada di atas Arsy, dan kami beriman terhadap semua keterangan tentang Allah yang terdapat dalam sunah.” Beliau menasihatkan agar manusia senantiasa berpegang dengan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Sebagaimana diriwayatkan Amir bin Yasaf, bahwa beliau mendengar Al-Auza’i mengatakan, “Apabila kamu mendengar hadis dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, janganlah kamu mengambil pendapat orang lain, karena beliau adalah mubalig penyampai berita dari Allah.” Beliau juga menasihatkan, “Tidaklah seseorang berbuat bid’ah kecuali pasti akan dicabut sifat wara’-nya”. Dari Abu Ishaq Al-Fazari, bahwa Al-Auza’i menasihatkan, “Ada lima hal yang dipegangi para sahabat dan tabiin berpegang teguh dengan jamaah pemerintah, mengikuti sunah, memakmurkan masjid rajin shalat berjamaah, membaca Alquran, dan berjihad.” Ibnu Syabur mengatakan bahwa Al-Auza’i pernah menasihatkan, “Barang siapa yang mencari-cari pendapat-pendapat aneh yang menyimpang dari para ulama, niscaya dia akan keluar dari Islam.” Walid bin Mazid menceritakan bahwa Al-Auza’i mengatakan, “Celakalah orang yang mendalami ilmu untuk masalah selain ibadah dan orang yang berusaha menghalalkan hal yang haram dengan syubhat.” Beliau juga pernah berpesan dengan satu perkataan yang indah dan cukup terkenal, sebagaimana diriwayatkan oleh Walid bin Mazid; beliau mendengar Al-Auza’i mengatakan, عَلَيكَ بِآثَارِ مَن سَلَفَ وَإِن رَفَضَكَ النّاسُ وَإِيّاكَ ورَأيَ الرِّجَال وَإِن زَخْرَفُوهُ بِالقَولِ فَإِنَّ الأَمرَ يَنجَلِي وَأَنتَ عَلَى طَرِيقٍ مُستَقِيم “Berpegang-teguhlah dengan atsar riwayat para ulama salaf, meskipun masyarakat menolakmu. Jangan mengikuti pemikiran manusia, meskipun mereka menghiasi ucapannya. Sesungguhnya, semua perkara akan tampak dalam keadaan engkau berada di jalan yang lurus.” Wafatnya Al-Auza’i Beliau sangat dimuliakan oleh Khalifah Al-Manshur. Khalifah sangat memerhatikan nasihat-nasihat Al-Auza’i. Sampai akhirnya, beliau pernah ditawari untuk menjadi hakim oleh Khalifah, namun beliau menolaknya. Di akhir hayatnya, beliau berangkat ke Beirut dan melaksanakan tugas ribath menjaga daerah perbatasan dan meninggal dunia di sana. Warisan yang beliau tinggalkan ketika beliau wafat hanya enam dinar, dan itu merupakan sisa dari sedekah yang dia berikan. Semoga Allah merahmati Imam Al-Auza’i. Adz-Dzahabi, Tadzkirah Al-Huffazh, Al-Maktabah Asy-Syamilah, no. urut 177 Artikel KLIK GAMBAR UNTUK MEMBELI FLASHDISK VIDEO BELAJAR IQRO, ATAU HUBUNGI +62813 26 3333 28
Adapun para murid beliau, di antaranya, adalah Sufyan Ats-Tsauri, Imam Malik, Al-Auza’i, Sulaiman bin Bilal, Ismail bin Ja’far, Anas bin Iyadh, dan beberapa ulama lainnya. Imam Malik termasuk orang yang paling banyak belajar dari beliau. Pujian untuk Imam Rabi`ah. Beliau memiliki banyak keutamaan dan dihormati para ulama.
AL-AUZA’I, IMAM FIKIH NEGERI SYAM Oleh Achmad Dahlan, Lc., MA. Nama dan Masa Kecil Al-Auza’i Nama lengkapnya Abdurrahman bin Amr bin Yuhmid al-Auza’i as-Saibani asy-Syami ad-Dimasyqi. Nisbat al-Auza’i berasal dari tempat tinggalnya. Auza’ sendiri pada awalnya merupakan sekumpulan orang dari berbagai kabilah Arab dari Himyar Yaman yang berhijrah ke sebuah desa dekat Damaskus, sehingga tempat tersebut diberi nama dengan nama kabilah mereka. Sebagian berpendapat bahwa Imam al-Auza’i bukan berasal dari kabilah Auza’, akan tetapi dari Bani Saiban. Beliau tinggal di Auza’ sehingga nisbatnya disebut al-Auza’i. Adapun ciri-ciri fisik beliau sebagaimana dijelaskan oleh para ahli sejarah adalah berperawakan tinggi, berkulit coklat dan mempunyai jenggot yang tipis. Di masa tuanya beliau menyemir rambutnya dengan hinna’ daun pacar. Terkadang beliau memakai surban, dan pada saat yang lain memakai kopiah hitam. Beliau lahir di Ba’labak Lebanon pada tahun 88 H, tumbuh di al-Biqa’ Lebanon dan kemudian berpindah ke Auza’ dekat dengan Damaskus Syria. Di akhir hanyatnya beliau ikut berjuang menjaga perbatasan di Beirut hingga wafat di sana. Beliau tumbuh sebagai anak yatim dan diasuh oleh ibunya; seorang wanita miskin tetapi mulia dan cerdas. Ia mendidik al-Auza’i dengan nilai-nilai ke-Islaman sedari dini. Sejak kecil, beliau telah terbiasa untuk berpindah dari satu desa ke desa yang lain di al-Biqa’, dalam rangka mencari lingkungan yang baik dan guru-guru yang mumpuni. Hingga akhirnya keduanya sampai di Beirut di mana mereka bertemu dengan seorang syaikh yang pernah menjadi sahabat ayahnya. Beliau kemudian dididik oleh sahabat ayahnya tersebut. Menuntut Ilmu Sejak Kecil Beliau mengawali menuntut ilmu dengan belajar Al-Qur`an dan baca tulis di al-Kuttab atas arahan ibunya, dan kemudian belajar kepada seorang syaikh sahabat ayahnya, sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Sang guru inilah yang menanamkam kecintaan kepada ilmu dan cita-cita yang tinggi untuk meraih kedudukan yang mulia dalam keilmuan Islam. Ia mengirimkan al-Auza’i ke kota al-Yamamah saat ini masuk dalam wilayah Saudi Arabia, sebelah selatan Riyadh untuk berguru kepada Yahya bin Katsir, seorang ahli hadis mumpuni pada zamannya. Beliau cukup lama berguru kepada Yahya bin Abi Katsir, sehingga menjadi salah satu gurunya yang paling banyak memberikan pengaruh terhadapnya. Al-Auza’i pernah berkata ”Ayahku meninggal ketika aku masih kecil. Suatu hari aku bermain dengan anak-anak sebayaku, lalu lewatlah seorang syaikh sehingga anak-anak yang lain berlarian pergi ketika melihatnya. Hanya aku sendiri yang tetap berdiri di tempatku. Ia bertanya ”Putra siapakah engkau ini?” Aku pun menyebutkan nama ayahku. Ia kemudian berkata ”Engkau anak saudaraku. Semoga Allah merahmatinya.” Ia pun membawaku ke rumahnya, dan aku tinggal bersamanya hingga usia baligh. Ia memasukkanku ke Diwan semacam madrasah dan juga mengirimku untuk belajar ke al-Yamamah. Ketika kami sampai di al-Yamamah, kami masuk di Masjid Jami’. Ketika keluar, salah seorang temanku berkata ”Syaikh Yahya bin Abi Katsir sangat kagum denganmu dan dia mengatakan ” Aku tidak melihat dalam rombongan kalian yang lebih layak menuntut ilmu selain pemuda ini.” Maka aku pun mulai menuntut ilmu darinya dan aku menulis darinya 13 atau 14 jilid buku, dan semuanya terbakar.” Dari Yahya bin Abi Katsir, al-Auza’i banyak belajar ilmu hadis selain ilmu-ilmu yang lain. Darinya juga beliau belajar kemuliaan akhlak. Yahya juga yang memotivasi al-Auza’i untuk pergi ke Basrah Iraq untuk berguru kepada al-Hasan al-Basri dan Muhammad bin Sirin, dua orang ulama tabi’in yang banyak menjadi rujukan. Akan tetapi al-Auza’i menunda-nunda perjalanannya karena masih ingin berguru kepada Yahya, hingga akhirnya ketika al-Auza’i sampai di Basrah, al-Hasan al-Basri sudah meninggal dan Ibnu Sirin sudah sakit parah di akhir hayatnya. Dari Basrah al-Auza’i juga pergi ke berbagai kota untuk berguru dari para ulama. Di antara kota yang pernah beliau singgahi adalah Beirut, Makkah dan Madinah. Ibadah dan Kemulian Akhlak Al-Auza’i Imam al-Auza’i terkenal dengan budi dan akhlaknya. Beliau mempunyai hati yang sangat halus, sering menangis ketika shalat, berjiwa besar, sangat tawadhu’, mudah memaafkan, tidak banyak bicara, banyak berbuat kebaikan kepada orang lain, mudah bergaul, disukai banyak orang dan selalu berusaha untuk membantu orang lain walaupun dari kalangan non-Muslim. Di antara hal yang dikenang oleh muridnya dan orang yang mengenalnya bahwa Imam al-Auza’i selalu menghormati tamu dan murid-muridnya dan selalu mengantar mereka keluar rumah saat selesai bertamu atau belajar darinya. Bahkan beliau rela menempuh perjalanan yang jauh bersama mereka. Dalam interaksi dengan penguasa, terkadang beliau menerima pemberian mereka dan terkadang menolaknya. Dan apabila beliau mendapat pemberian dari para pembesar, beliau membagikannya kepada fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan, sehingga orang mengenalnya sebagai seorang yang sangat dermawan. Shadaqah bin Abdullah berkata ”Aku tidak pernah melihat seorang yang lebih pemaaf, lebih sempurna, dan lebih sabar atas hinaan yang diterimanya melebihi al-Auza’i.” Dalam hal ibadah, beliau seorang ahli ibadah dan terkenal dengan kekhusyukannya dalam shalat. Selama hidupnya, ia terus menjaga hal ini hingga dikenal sebagai seorang yang selalu menjaga shalat wajib dan sunnah, Qiyamullail, zikir dan berhaji beberapa kali selama hidupnya. Ayyub bin Suwaid berkata ”Al-Auza’i ikut dalam rombongan menuju al-Yamamah. Sesampainya di sana, mereka masuk masjid. Al-Auza’i segera menuju salah satu tiang masjid dan melaksanakan shalat. Ketika itu, Yahya bin Abi Katsir duduk di dekatnya. Yahya terus memperhatikannya, dan kemudian berkata ”Alangkah mirip shalat pemuda ini dengan shalat Umar bin Abdul Aziz.” Shalat Umar bin Abdul Aziz sendiri sangat dipuji oleh Imam Malik bin Anas. Beliau berkata ”Aku tidak pernah shalat di belakang seorang imam yang shalatnya lebih mirip dengan shalat Rasulullah Saw. daripada shalatnya imam kalian ini Umar bin Abdul Aziz.” Al-Walid bin Muslim pernah berkata ”Aku tidak pernah melihat seseorang yang lebih bersungguh-sungguh dalam beribadah dari al-Auza’i.” Ia juga berkata ”Aku melihat al-Auza’i tetap duduk di tempat shalatnya untuk berzikir hingga terbit matahari.” Uqbah bin Salamah berkata ”Aku bertemu al-Auza’i berangkat shalat Jumat di pintu masjid dan aku mengucapkan salam kepadanya. Ketika masuk, aku mengikutinya. Ia pun melaksanakan shalat, dan aku menghitung jumlah rakaat shalatnya sebanyak 43 rakaat hingga datangnya imam. Berdirinya, rukuknya dan sujudnya, semuanya dilakukan dengan khyusuk.” Abu Mus’hir berkata ”Al-Auza’i tidak pernah terlihat menangis ataupun tertawa hingga terlihat gigi gerahamnya. Tetapi terkadang beliau tersenyum, seperti yang dilakukan oleh Nabi. Ketika malam hari, beliau menghidupkan malamnya dengan al-Qur`an dan tangisan.” Keberanian Al-Auza’i dalam Kebenaran Al-Auza’i mempunyai keberanian yang melebihi kebanyakan orang. Beliau beberapa kali ikut berperang di perbatasan untuk mempertahankan wilayah kekhilafahan Islam. Bahkan beliau wafat ketika sedang menjaga perbatasan di Beirut. Keberaniannya dalam membela kebenaran juga terlihat dalam beberapa peristiwa bersama para penguasa Bani Umayyah dan Bani Abbasiyyah. Beliau berani menyatakan yang benar itu benar dan salah itu salah tanpa ragu dan tanpa kenal rasa takut. Seakan-akan beliau ingin menunjukkan kepada umat bagaimana seharusnya seorang ulama bersikap di depan para penguasa. Jangan sampai ulama menjadi kaki tangan dan corong penguasa menghadapi rakyat untuk menutupi kezaliman mereka. Beliau hidup di zaman transisi antara Daulah Umawiyyah dan Daulah Abbasiyyah. Terhadap kedua kekhilafahan itu, al-Auza’i selalu bersikap tegas dan berani menyampaikan kebenaran, apa pun resiko yang diterimanya. Sikap ini ternyata membuatnya disegani para penguasa. Maka Hisyam bin Malik pun pernah mengutusnya untuk berdebat dengan kelompok Qadariyyah. Abu Ja’far al-Manshur pernah mendatanginya dengan kebesaran dan sikap angkuhnya, akan tetapi akhirnya ia pun mendengar dan mau menerima nasihat al-Auza’i. Dalam beberapa kesempatan, beliau juga menulis surat kepada para pejabat untuk menasihati mereka atas kesalahan dan penyimpangan yang mereka lakukan. Tercatat beliau pernah menulis surat kepada Abu Ja’far al-Manshur; khalifah Daulah Abbasiyyah, Shalih bin Ashim; gubernur Syam, Ibnu Azraq; menteri pajak dan beberapa pejabat yang lain. Keilmuan Al-Auza’i Membahas keilmuan al-Auza’i memerlukan penjelasan yang panjang. Para ulama dan kaum muslimin pada zamannya dan zaman sesudahnya mengakui kelimuan beliau. Tingkat keilmuan beliau bisa disejajarkan dengan para pendiri madzhab fikih seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad. Luasnya ilmu al-Auza’i bisa dilihat dari beberapa sisi 1. Usaha yang beliau curahkan untuk menuntut ilmu. Beliau mulai menuntut ilmu di usia yang sangat belia, dan terus belajar dari berbagai guru di berbagai penjuru dunia Islam pada masanya. Tercatat beliau berguru kepada ratusan syaikh di Syam, Makkah, Madinah, al-Yamamah, Bashrah, Kufah. Dan setiap kali berhaji beliau menemui para ulama yang datang dari berbagai wilayah Islam. Dengan demikian, beliau telah berhasil menggabungkan berbagai ilmu dari para ulama dari seluruh penjuru jazirah Arab. 2. Hafalan dan periwayatan hadisnya serta perannya dalam ikut serta meletakkan dasar Ilmu Musthalah al-Hadits dan al-Jarh wa at-Ta’dil. Beliau dikenal sebagai seorang perawi yang kuat hafalannya, teliti dalam meriwayatkan hadis dan tidak meriwayatkan hadis dari semua orang, akan tetapi hanya dari guru-guru pilihan yang hadisnya shahih. Dalam meriwayatkan hadis, beliau bergantung kepada hafalannya yang kuat. Walaupun demikian, beliau tidak anti terhadap penulisan hadis, dan bahkan sejak awal juga menuliskan periwayatannya, walaupun sebagiannya kemudian terbakar. Imam adz-Dzahabi mengatakan ”Hadis-hadis al-Auza’i yang Musnad bersambung sanadnya sampai Nabi berjumlah sekitar seribu hadis. Adapun hadis yang Mursal yang terputus sanadnya di akhir sanad dan yang Mauquf hadis yang dinisbatkan kepada shahabat berjumlah ribuan.” Dalam Ilmu al-Jarh wa at-Ta’dil, beliau dikenal sebagai ahli hadis yang meneliti dan menilai para perawi hadis, sehingga penilaiannya dijadikan sebagai rujukan dan dapat kita temukan dalam kitab-kitab Rijal al-Hadits kitab mengenai biografi dan kedudukan para perawi hadis. Beberapa kutipan penilaian beliau terhadap perawi hadis di antaranya ”Telah meninggal Atha’ bin Abi Rabah pada hari kematiannya dan dia adalah orang yang paling diterima oleh semua ahli hadis.” ”Tidak ada seorang tabi’in yang hidup pada masa kekhilafahan Hisyam bin Abdul Malik yang lebih faqih daripada Ibnu Syihab az-Zuhri.” ”Ismail bin Abdullah, seorang perawi yang amanah terhadap apa yang ia riwayatkan.” ”Catatan al-Walid bin Mazad semuanya benar.” Dalam ilmu Musthalah al-Hadits, beliau juga mempunyai kontribusi dengan meletakkan beberapa kaidah yang disampaikan secara lisan dan dikutip oleh para penulis dalam ilmu tersebut. Di antara beberapa kutipan dari al-Auza’i dalam ilmu Musthalah al-Hadits ”Sebab hilangnya ilmu adalah hilangnya sanad.” ”Perumpamaan orang yang menyalin periwayatan gurunya kemudian tidak membacakan di depannya untuk mengoreksi kesalahannya seperti orang yang buang air kemudian tidak bersuci.” ”Memberi syakal harakat adalah cahaya bagi tulisan.” ”Ambillah hadis dari orang yang engkau yakin dan ridha kepadanya.” Muhammad bin Katsir berkata ”Aku bertanya kepada al-Auza’i mengenai seseorang yang meriwayatkan hadis dari gurunya dengan membaca kitabnya, apakah dia harus mengatakan ”Haddatsana telah menceritakan kepada kami?” Beliau menjawab ”Ia mengatakan seperti yang dilakukannya, yaitu ”Qara`tu aku membaca kepada guruku.” 3. Penguasaannya dalam ilmu fikih sehingga beliau dianggap salah satu imam madzhab fikih yang diikuti. Madzhab al-Auza’i bertahan sekitar 200 tahun di negeri Syam dan sekitarnya sebelum akhirnya hilang. Bahkan Ibnu Hajar mengutip dari al-Qurthubi, seorang ulama Andalus Spanyol bahwa madzhab yang diikuti hingga tahun 206 H di Andalus adalah Madzhab al-Auza’i, sebelum akhirnya mereka berpindah ke Madzhab Maliki hingga hari ini. Hilangnya Madzhab al-Auz’ai dikarenakan kurangnya usaha yang dicurahkan para muridnya untuk melestarikan dan menyebarkannya. Selain itu, para muridnya juga lebih concern terhadap ilmu hadis daripada ilmu fikih. Di sisi lain, para murid madzhab yang lain seperti Maliki dan Syafi’i mencurahkan usaha yang luar biasa untuk terus menjaga dan membesarkan madzhab mereka. Sebab yang lain adalah faktor kekuasaan yang memilih suatu madzhab dan menjadikannya sebagai paham resmi yang dianut oleh sebuah pemerintahan dan wajib diikuti oleh masyarakat. Dalam konteks ini, Madzhab al-Auza’i sempat menjadi madzhab resmi di Andalus sebelum akhirnya para penguasa tidak lagi memilihnya sebagai madzhab resmi negara. Kepakarannya dalam ilmu fikih didapatkan dari para ulama tabi’in seperi Atha’ bin Abi Rabah, Ibnu Syihab az-Zuhri, Rabi’ah ar-Ra’yi, Mak-hul dll. Bahkan sejak berumur 25 tahun beliau sudah dimintai fatwa. Dan sejak itu hingga 40 tahun sesudahnya saat beliau meninggal, beliau menjadi salah seorang mufti yang menghasilkan lebih dari 80 ribu permasalahan fikih yang diriwayatkan oleh para muridnya. Maka beliau dikenal sebagai ahli fikih negeri Syam pada zamannya dan bisa disejajarkan dengan para imam madzhab fikih lainnya. Yahya bin Sa’id al-Qaththan berkata ”Suatu saat, ada tiga orang ulama berkumpul di rumah Imam Malik bin Anas. Mereka adalah al-Auza’i, Sufyan ats-Tsauri dan Abu Hanifah. Aku kemudian bertanya kepada Malik ”Siapakah yang paling banyak ilmunya di antara ketiganya?” Imam Malik menjawab ”Al-Auza’i paling unggul di antara mereka.” Al-Hafidz Abu Ya’la al-Khalili berkata ”Al-Auza’i telah menjawab 80 ribu permasalahan fikih dengan hafalannya.” Jika ada pertanyaan, mengapa 80 ribu masalah fikih yang merupakan pendapat al-Auza’i, hanya sebagian saja yang kita temukan dalam literatur fikih? Jawabannya, ada beberapa faktor yang menyebabkan hilangnya sebagian besar ilmu al-Auz’ai dalam masalah fikih, diantaranya Murid-murid al-Auza’i tidak menuliskan masalah-masalah fikih tersebut dalam buku dan cukup hanya meriwayatkannya secara lisan. Dengan berjalannya waktu, ketika orang tidak lagi mengikuti madzhab ini maka pendapat-pendapat imam madzhabnya juga ikut hilang. Kurangnya usaha para muridnya untuk mengembangkan dan menyebarkan madzhab tersebut. Karena tidak ada catatan tertulis, seiring waktu para pengikut madzhab hanya memilih beberapa permasalahan yang relevan atau mereka butuhkan, sehingga sebagiannya menjadi hilang. Faktor lain yang membuat turats warisan ilmu Islam hilang atau berkurang secara umum, seperti konflik politik, penghancuran dari musuh Islam, seperti dalam dalam sejarah runtuhnya Khilafah Abbasiyyah di Baghdad, dll. 4. Kiprah beliau dalam mengajarkan ilmunya dengan periwayatan hadis, berfatwa dan menjelaskan hukum fikih kepada masyarakat. Dengan kepakarannya dalam bidang hadis dan fikih, al-Auza’i terus mengabdikan dirinya untuk agama Islam dengan mengajarkan kedua ilmu tersebut kepada murid-muridnya. Hingga saat ini, kita masih bisa melihat ilmu al-Auz’ai bertebaran dalam khazanah keilmuan Islam. Dalam bidang hadis, kita dapat melihat kiprah al-Auza’i melalui hadis-hadis shahih yang beliau riwayatkan dan terdokumentasikan dalam kitab-kitab hadis primer seperti Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abi Dawud dll. Sedangkan dalam masalah fikih, fatwa dan pendapat fikih beliau dikutip dalam buku-buku fikih seperti al-Mughni, al-Majmu’ dll. Berikut ini beberapa masalah fikih menurut madzhab al-Auza’i. Ini hanya merupakan sedikit contoh dari banyak masalah yang bisa kita temukan dalam buku-buku fikih komparatif Makruh hukumnya bagi muadzin untuk berbicara di tengah-tengah adzan. Cara untuk shalat bagi orang yang tidak mempunyai kain untuk menutup auratnya yaitu dengan duduk tanpa rukuk dan sujud. Gerakan-gerakan shalat dilakukan dengan isyarat. Qunut dalam shalat Subuh hukumnya sunnah. Orang yang salah kiblat harus mengulang shalatnya. Jika ia mengetahui kiblat yang benar di tengah shalat, maka ia harus memulai shalatnya dari awal. Mengangkat tangan dalam takbiratul ihram hukumnya wajib, jika ditinggalkan maka shalatnya tidak sah. Orang yang berbicara dalam shalat karena lupa atau tidak tahu sah shalatnya. Hukum shalat jamaah adalah fardhu ain bagi laki-laki, akan tetapi bukan menjadi syarat sahnya shalat. Sujud sahwi lebih utama dilakukan sebelum salam, baik sujudnya karena kelebihan rakaat atau kekurangan rakaat. Jika imam lupa sujud sahwi, maka makmum boleh sujud sendiri setelah imam salam. Jika seorang musafir berniat untuk tinggal di suatu tempat lebih dari 12 hari, maka ia tidak boleh meng-qashar shalat. Jika berniat tinggal kurang dari itu, boleh meng-qashar shalat. 5. Debat-debat ilmiah yang beliau lakukan melawan beberapa imam madzhab. Juga perdebatan beliau dalam bidang akidah melawan kelompok-kelompok akidah yang menyimpang. Beberapa debat tersebut terdokumentasikan dalam bentuk riwayat dalam kitab-kitab hadis dan sejarah, di antaranya Debat beliau dengan Imam Abu Hanifah, diriwayatkan dalam Musnad al-Haritsi. Debat beliau dengan Sufyan ats-Tsauri, diriwayatkan oleh Ibnu Asakir dalam Tarikh Ibn Asakir. Debat beliau dengan Imam Malik, diriwayatkan oleh Ibnu Asakir dalam Tarikh Ibn Asakir. Debat beliau melawan Ghailan bin Abi Ghailan, seorang pengikut Qadariyyah, diriwayatkan oleh Abu Nuaim al-Ashbahani dalam Hilyah al-Auliya`. 6. Karya-karya tertulis dalam berbagai bidang ilmu. Akan tetapi, sebagian besar karya tersebut hilang manuskripnya dan tidak kita temukan pada zaman sekarang. Di antaranya Musnad al-Auza’i, disebutkan oleh Haji Khalifah dalam Kasyf adh-Dhunun dan Ibnu Hajar dalam al-Mu’jam al-Mufahras. As-Sunan fi al-Fiqh, disebutkan oleh Ibn Nadim dalam Fihrist. Al-Masa’il fi al-Fiqh, disebutkan oleh Ibnu Nadim dalam Fihrist, Az-Zirikli dalam al-A’lam dll. Kitab as-Siyar, satu-satunya karya al-Auza’i yang manuskripnya sampai kepada kita. Berisi tentang hukum jihad, rampasan perang, interaksi dengan kafir harbi dll. Wafatnya Al-Auza’i Uqbah bin Alqamah, salah seorang murid al-Auza’i menceritakan hari terakhir ia bersama dengan beliau ”Hari terakhir aku menimba ilmu dari al-Auza’i yaitu pada malam hari di mana besoknya beliau meninggal. Ketika itu, seorang muadzin yang merdu suaranya sedang mengumandangkan adzan, kemudian al-Auza’i berkata ”Alangkah merdu suaranya. Telah sampai kepadaku kisah Dawud Alaihissalam bahwa apabila beliau mulai memainkan serulingnya, binatang-binatang buas dan burung-burung berkumpul di sekitarnya hingga mati kehausan. Seandainya seruling itu diperdengarkan di dekat sungai, pastilah sungai itu akan berhenti mengalir.” Kemudian beliau diam sejenak. Setelahnya beliau berkata ”Semua urusan yang tidak disebut akhirat di dalamnya, tidak ada kebaikan padanya.” Kemudian kami melaksanakan shalat, dan itulah momen terakhir aku melihatnya.” Para ahli sejarah menceritakan bahwa al-Auza’i meninggal pada bulan Safar tahun 157 H karena menghirup asap dalam pemandian air panas. Sebagian riwayat menceritakan bahwa ia meninggal di pemandian air panas umum, dan sebagian lain mengatakan bahwa ia meninggal di pemandian rumahnya. Diceritakan bahwa istrinya menyiapkan bara untuk memanaskan air yang digunakan al-Auza’i untuk mandi di hari yang dingin. Secara tidak sengaja, ia mengunci pintu dari luar. Ketika bara semakin besar dan asapnya memenuhi kamar mandi, al-Auza’i berusaha keluar akan tetapi tidak bisa karena pintunya terkunci dari luar. Beliau kemudian ditemukan dalam keadaan berbaring dengan menjadikan tangannya sebagai alas dan menghadap kiblat. Bagaimana pun cara kematian seorang ulama, hal itu tidak akan mempengaruhi kedudukannya di sisi Allah. Karena setiap kita tidak tahu di mana dan dengan cara apa akan meninggal. Apa yang beliau tinggalkan berupa khazanah ilmulah yang akan tetap dikenang dan menjadikannya mendapatkan kedudukannya di sanubari umat Islam. Bagaimana pun juga, beliau tetap seorang al-Auza’i, yang sebagaimana disebutkan oleh Salamah bin Said ”Beliau adalah seorang imam yang patut diikuti.” Rahimahullah rahmatan wasi’ah, wa adkhalahu fasiha jannatih, wa nafa’ana bi ulumihi fi ad-darain. Semoga Allah merahmatinya dengan rahmat-Nya yang luas, memasukkannya ke dalam surga-Nya, yang memberikan manfaat kepada kita dengan ilmunya di dunia dan akhirat, Amin. Post Views 1,817
\n\n \n biografi imam al auza i
BiografiUlama Al-Auza'i Masjid Malacca Straits di Malacca, Malaysia Beliau dikenal dengan nama nisbahnya, Al-Auza’i, nisbah ke daerah Al-Auza’, salah satu wilayah di
Berandabiografi Belajar Keteguhan Dari Imam Al-Buwaithy رحمه الله . Belajar Keteguhan Dari Imam Al-Buwaithy رحمه الله . "Jangan lakukan itu. Aku lalu menimpali, "Aku harus menulis pandangan Al-Auza'i, As-Tsaury atau Malik. Imam Ahmad menjawab, "Bila memang harus maka tulislah pandanga As-syafi'i. Temuilah Al-Buwaithi
Bacaan Madani, “Biografi Imam Malik bin Anas dan Karya Imam Ma lik bin Anas”. Imam Abi Hamid al-Ghazali, Ihya’u Ulumu diin (Cet. I; Beiruth: Daar I bnu Hazm, 1426 H/2005 .
Nama lengkap Imam Fakhruddin Ar-Razi yaitu pengarang Tafsir Al-Kabir yang terkenal ini adalah Shaikh Al-Islam Muhammad bin Umar bin bin Al-Hasan At-Tamimy Al-Bakry Al-Qurasyi At-Tibristani Ar-Razi Asy-Syafi’i Al-Asy’ari
Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.I Pada: September 05, 2012. Nama lengkapnya ialah Imam Abu al-Qasim Mahmud bin Umar bin Muhammad bin Umar al-Khawarizmiy al-Hanafiy al-Muktaziliy. Dia dilahirkan pada 27 Rajab 467 H di sebuah dusun kecil bernama Zamakhsyar di daerah Khawarizm (Turkistan). Dia dijuluki dengan “ Jarullah ” yang artinya
Daftar Lokasi Biografi Imam Al-Auza’i. Jadwal Shalat . Untuk Wilayah Kota Jakarta dan Sekitarnya. 00:00 Subuh; 00:00 Dzuhur; 00.00 Ashar; 00.00 Maghrib;
.